KEBERHASILAN
DUNIA AKHERAT
Jalan Sukses Dunia Akhirat
Latar belakang tulisan ini
berawal dari fenomena keterpurukan bangsa Indonesia dari sisi ekonomi. Kondisi
memperihatinkan tersebut terus berlangsung, hingga di sebuah media kabar
diberitakan terdapat lebih dari 43 juta pengangguran di Indonesia. Pada tahun
2005, ada daerah di Indonesia yang penduduknya kurang dari 2 juta jiwa,
memiliki pengangguran sebanyak 500 orang dengan kualifikasi S1.
Berangkat dari sejarah, Ahmad
Mansur Suryanegara dalam ‘Api Sejarah’ menyatakan bahwa untuk menguasai
perekonomian Indonesia, Belanda mendistorsikan sejarah Indonesia. Robert L
Heilbroner (1962) menyatakan bahwa Homo Mercator vix out numquam Deo placere
potest , wirausahawan sangat langka atau tidak pernah disukai oleh Tuhan. Hal
ini mengakibatkan penganut Katolik tidak mau lagi menjadi wirausahawan.
Sehingga, pasar menjadi kosong dari orang Nasrani. Kemudian, pelaku pasar
digantikan oleh orang Yahudi.
Dengan cara persis serupa,
disebarkan ‘ajaran Islam’ dengan muatan isi yang sama melalui hadis yang
dipalsukan, bahwa Allah menyukai orang-orang di masjid daripada di pasar.
Dampaknya, secara perlahan-lahan patahlah budaya niaga dan kesadaran upaya
penguasaan pasar oleh kalangan pribumi. Pasar yang disita serta kekuasaan ekonominya
dipatahkan, dan pribumi Islam menjadi sangat terbelakang hingga saat ini.
(Ahmad Mansur Suryanegara: 2009).
Lalu, kira-kira apa yang membuat
keterpurukan ini terus berlanjut hingga sekarang? Apakah spiritualitas mampu
mengeluarkan kita dari masalah berkepanjangan ini?
Dalam Ary Ginanjar(2005), pada
tahun 2002 di Harvard Business School diadakan seminar yang berjudul ‘Does
Spirituality drive success in business?’. Seminar diikuti oleh para CEO dari
berbagai negara. Hasilnya, mereka menyepakati bahwa spiritual dipercaya mampu
melahirkan integritas, energi, inspirasi, wisdom dan keberanian.
DR.Gay Hendricks
dan DR. Kate Ludeman dalam bukunya yang berjudul The Corporate Mystics,
meneliti berbagai perusahaan selama lebih dari 20 tahun. Ia menyimpulkan bahwa
seseorang bisa menemukan para mistikus (sufi) perusahaan di meja-meja rapat dan
bukan di tempat peribadatan. Mereka (para sufi) mengetahui nilai-nilai
spiritual yang tinggi dan mereka mengaplikasikan nilai-nilai itu pada
perusahaannya, sehingga perusahaannya maju dan mendominasi.
…Walaupun ini copas dari
blogger.com saya sangat ter insfirasi dengan artikel ini, dilanjut...
Para sufi atau mistikus-mistikus
korporasi itu adalah orang-orang yang memahami nilai-nilai spiritual.
Nilai-nilai spiritual yang mereka pegang dan mereka aplikasikan dalam
perusahaan mereka adalah kejujuran, keadilan, mengetahui hakikat dirinya, fokus
pada kontribusi, non dogmatis, mampu membangkitkan yang terbaik dari diri
sendiri maupun orang lain, terbuka pada perubahan, visioner serta memiliki
disiplinyang ketat dan keseimbangan. Kesembilan nilai inilah yang mereka (para
sufi korporasi) pegang dan amalkan. Mereka juga mampu membawa perusahaan kepada
kesuksesan.
Kiranya sangat jelas bahwa
nilai-nilai spiritual itu mampu mengantarkan seseorang pada kesuksesan. Mereka
yang mengaplikasikan nilai-nilai tersebut terangkat derajatnya dan muncul
sebagai orang sukses. Nilai-nilai spiritual tersebut adalah asma atau
sifat-sifat Allah, yang Allah tiupkan pada manusia ketika manusia berada di
alam ruh.
Sebagaimana firman Allah:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfitrman): ‘Bukankah Aku ini Rabbmu?’
mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi’. (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesunggunya kami
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah).” (QS al-A’raaf
[7]: 172).
Perjanjian itulah yang membuat
manusia menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual. Perjanjian itu pula yang
membuat manusia merindukan sifat-sifat mulia (asma Allah) yang ditiupkan
kepadanya. Mereka yang mengikuti ‘pola’ tersebut insya Allah akan sukses. Bukan
hanya kekayaan tapi juga derajat dan harga diri mereka akan terangkat.
Pandangan Islam tentang
Kesuksesan
“Barang siapa yang menjadikan akhirat
sebagai seluruh tujuan dari tujuan-tujuannya, maka Alloh akan mencukupi
duniawinya. Dan barangsiapa yang memperbanyak tujuan-tujuannya untuk dunia,
maka Allah tidak peduli di lembah mana ia akan dibinasakan.” (HR. Ibnu Majjah
dan al-Hakim).
“Wahai Dunia jika hambaku
mengejarmu maka perbudaklah dia olehmu. Namun, jika Allah tujuannya jadilah
engkau (Dunia) takluk pada hambaku.” (Hadist Qudsi)
Dari hadis di atas dapat
disimpulkan bahwa Allah menjanjikan kesuksesan dunia bagi mereka yang
berorientasi hanya mengejar keridhaan Allah. Dengan kata lain, kesuksesan dunia
dan akhirat bukan omong kosong. Kita dapat meraih keduanya dengan syarat
menjadikan Allah sebagai tujuan hidup. Ini adalah janji-Nya. Namun, jika tujuan
hidupnya adalah dunia (harta, tahta dan wanita), ia akan diperbudak olehnya.
Tidak ada yang dia dapat selain kehinaan, dan di akhirat menjadi orang merugi.
Allah telah memberikan
kepercayaan-Nya terhadap manusia untuk menjadi pemimpin di bumi-Nya. Memberikan
tugas yang mulia kepada manusia untuk mengurusi bumi Allah. Karena itu, kaya
dan memiliki pengetahuan yang luas bukan lagi jadi pilihan bagi mukmin,
melainkan kewajiban. Hanya dengan menjadikan Allah sebagai landasan dan tujuan
hidup, meyakini bahwa menjadi kaya dan memiliki pengetahuan luas dengan
dilandasi tauhid yang kuat adalah perintah Allah dan wajib hukumnya, jadi kunci
mengeluarkan manusia dari kehinaan dan keterpurukan seperti saat ini.